Saturday, December 30, 2006

Itu Sudah !



Bagi saya, introspeksi, refleksi atau apalah namanya, harus dilakukan setiap hari, setiap waktu selama hayat masih dikandung badan. Cuma karena lagi ngikutin trend ngeblog tentang akhir tahun, bikin deh catatan akhir tahun.*halah*

Tahun 2006, suka duka silih berganti datang dalam kehidupan kami. Kak Lily yang memasuki dunia sekolah baru (SD), de Kayla yang semakin bertambah kecerewetannya, Mas Iwan aka Ayah, yang bertambah beban pekerjaannya, dan saya sendiri, yang begini-begini saja, masih tetap gemuk (dari 5 tahun, selalu bertekad menguruskan badan tetapi selalu gatot ---- gagal total), masih betah kerja di Indosiar (meski ngak ada perkembangan baru selama tiga tahun ini, tapi patut disyukuri masih bisa terima gaji dengan jelas...he....he....) , masih berusaha berpikir positif (sumpah ini susah banget!), berusaha dengan keras mensyukuri apa yang telah diterima, bertekad baja menyelesaikan pekerjaan yang sudah lama diidam-idamkan, tetapi ngak selesai-selesai karena keasyikan baca dan nonton...he...he...

Dikeluarga besar saya, ada yang akan memasuki gerbang kehidupan berumah tangga, ada yang terpaksa harus memutus tali merah pernikahan karena menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT ---- rasanya seperti di sinetron saja, tapi memang begitulah kenyataannya. Dari pada nyawa melayang, lebih baik menghindar sebelum terlanjur. Sedih memang, tapi hidup harus tetap berlanjut kan !)

Hidup memang penuh misteri. Kita yang berencana, Tuhan juga penentunya. Tiada yang sempurna didunia ini, karena kesempurnaan itu hanya milik Sang Pencipta. Kita harus mensyukuri setiap detik yang telah Tuhan berikan. Tiada hari yang tak baik, tak ada tahun yang buruk, semua sama, tinggal bagaimana kita menjalani hari-hari tersebut. Selamat tahun baru, semoga Tuhan selalu memberkati kita semua.

Wednesday, December 27, 2006

Tahun Baru Itu....


Pedagang terompet, marak dijalanan
menjajakan terompet, aneka warna dan bentuk

Keramaian membahana
ditingkahi bunyi terompet bersahut-sahutan
Sirene meraung-raung
bunyi bedug masjid bertalu-talu
dentam lonceng gereja, nyaring terdengar
Pertanda pergantian tahun telah dimulai

Tahun meraih cita-cita dan harapan
yang tak terlaksana di tahun yang lalu
Tahun yang tak akan terlupakan
Sebagai cambuk di masa depan

Thursday, December 21, 2006

Apa yang Telah Kulakukan untukmu Ma ?

Ibarat lagu Rosa, Mamaku adalah seorang yang "Tegar".
Meski terpaksa harus menjadi "tulang punggung keluarga", Mama menjalankannya dengan ikhlas, nyaris seumur adikku perempuanku yang paling kecil.
Mama baru pensiun bekerja setelah usia 60 tahun, itu tiga tahun yang lalu.

Mama terpaksa bekerja sendiri karena Bapak, yang sewaktu di Medan dulu adalah seorang wartawan, terpaksa diberhentikan karena mengungkap kasus korupsi Gubernur Sumatera Utara saat itu (Marah Halim) , yang tentu saja membuat sang gubernur terhormat kebakaran jenggot. Sejak saat itu, Bapak bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak tetap.

Disetiap hembusan nafasnya, ada rasa bahagia yang tersembul disana, karena mampu mengantarkan anaknya (5 orang) bersekolah hingga jenjang yang paling tinggi. Tak ada kebahagiaan yang mampu dilukiskan, ketika ia dengan bangganya bersanding dengan anak-anaknya di acara wisuda. Mungkin tak pernah terbayangkan olehnya.

Bagi kami, cucuran airmata Mama, adalah duka nestapa.
Kebahagiaan Mama, adalah surga.
Meski Mama tak pernah menuntut atas jasanya, kami selalu berusaha memberikan kebahagiaan untuknya.
Tapi apakah uang yang telah kami berikan membuatnya berbahagia ?
Apakah sikap baik kami, telah membayar semua yang telah ia lakukan ?
Entahlah, yang jelas Mama selalu menjadi tempat bersandar kami dari segala suka dan duka.
Kasih Mama sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.

*teruntuk Mama, yang meski tahu akan adanya Hari Ibu, namun tak pernah menuntut untuk diberi ucapan selamat.

Monday, December 18, 2006

Dua Tahun Sudah


Ruang bersalin Rumah Sakit Budi Kemuliaan, Jakarta, Sabtu, 18 Desember 2004, pukul 14.00.

“Demi keselamatan si jabang bayi, ibu harus segera dioperasi”, kata seorang pria berbaju putih kepada seorang wanita yang tengah berbaring didipan rumah sakit, sambil menahan sakit di perutnya.

“Operasi dok. Apa ngak ada jalan lain,” kata wanita itu sambil memegang tangan ibunya yang ikut menungguinya.

“Bayi Ibu bisa keracunan air ketuban. Kalau sudah begitu, saya ngak mau bertanggung jawab, bayi Ibu selamat atau tidak. Air ketuban Ibu sudah hampir habis. Ibu terlambat datgang kesini. Tidak ada jalan lain, ruang operasi sudah disiapkan. Surat persetujuan operasi sudah ditandatangani,” kata dokter itu tegas.

Wanita itu terhenyak mendengar penjelasan dokter Dodi. Tiba-tiba dia menangis mengingat keegoisan yang baru dilakukannya tadi. Ia memang sangat takut terhadap hal-hal yang berbau operasi. Diotaknya yang terbersit setiap mendengar kata operasi, pastilah kematian. Maka tak heran, saat melakukan operasi kecil seperti operasi pengangkatan kuku jempol yang terkelupas dan tanpa bius total saja, dia sudah merasa mau mati dan minta maaf kepada orang tuanya atas segala dosa-dosanya.

“Maafkan Ibu nak. Kalau saja Ibu cepat datang kesini, kerumah sakit tempat kamu biasa diperiksa, dan tidak bertahan dengan pendapat suster di Bidan Rustini, mungkin kamu tidak akan keracunan. Mungkin kamu sudah lahir dari tadi,” kata wanita itu sambil menangis tertahan.

Pukul 14.20. Ruang Operasi.

“Selamat siang Ibu Indah. Kita ketemu lagi,” kata dokter Dodi, yang akan melakukan proses operasi.

“Ini dokter Gilang, dokter anak. Kita masih menunggu seorang dokter, bidan dan perawat, yang akan membantu proses operasi”.

Indah tidak terlalu memperhatikan lagi apa yang dikatakan dokter itu. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri dan ingin segera operasi itu dijalankan. Bukan karena ketakutannya akan operasi, tapi demi keselamatan nyawa anaknya.

Tak lama dokter, bidan dan perawat yang ditunggu datang. Setelah beres, proses operasi pun dilangsungkan. Pertama, Indah mendapat suntikan di punggung, kaki, tangan, dan didekat jalan lahir. Tak terlalu banyak yang diingatnya, kecuali seorang dokter yang sibuk mengajaknya berbicara, agar dirinya tetap sadar.

“Ibu Indah selamat yah. Anaknya perempuan. Lengkap dan sempurna,” kata seorang dokter yang mulut dan hidungnya tertutup.

Dokter itu kemudian meletakkan sang bayi merah itu dipelukannya Ibunya untuk beberapa detik, kemudian diambil untuk dibersihkan. Saat sang bayi perempuan itu berada dipelukannya, Indah merasakan syukur yang tiada tara. “Terima kasih ya Allah, engkau telah mempercayakan aku lagi dengan seorang anak perempuan”.

Bayi merah yang terlahir berambut keriting dan bermata sipit itu, diberi nama oleh Ompung Doli dan Mbah Kungnya : Tiurma Kayla Puspitarani. Tiurma dari bahasa Batak yang berarti bersinar terang, karena lahir saat matahari tengah bersinar terang (pukul 14.50), Kayla diberikan Ayah Ibu yang berarti mahkota, sedangkan Puspitarani diberi oleh Mbah Kung yang namanya nyaris sama dengan Kak Lily yaitu Puspitasari, yang berarti bunga atau taman bunga. Jadi bayi itu diharapkan seperti mahkota bunga yang bersinar terang.

Itu dua tahun lalu.

“De, ngak boleh naik-naik kursi belajar kakak yah, nanti jatuh,” kata seorang wanita kepada seorang anak yang sedang lincah-lincahnya.

“Apa lo,” kata anak perempuan kecil itu.

“Cantik lo,” wanita itu balas menjawab.

“Punya tu,” kembali anak perempuan itu berkata sambil berusaha menggapai buku yang ada di meja belajar yang tengah dirapikan Ibunya.

“Tapi ngak boleh disobek yah”.

“Punya tu. Buku tu,” jawab si anak sambil memonyongkan mulutnya membentuk huruf u.

“Punya ade nana. Punya ade nana…” kata anak perempuan yang meski sudah lancar berbicara namun masih cadel disana sini.

Perempuan itu tampak tersenyum bahagia. Anak dua tahun lalu dilahirkannya, tumbuh menjadi anak yang sehat dan sedang dalam masa perkembangan dengan semakin banyak pengetahuan yang diperolehnya. Dua tahun, tak terasa sudah usianya kini. Satu harapannya semoga anaknya menjadi anak yang sholehah, sehat selalu, dan menjadi anak kebanggaan orang tua dan keluarga.(Teruntuk de Kayla, di ulang tahunnya yang kedua, 18 Desember 2006)

Friday, December 15, 2006

Acara Blogfam di Bandung


Hari Sabtu, tanggal 9 Desember lalu, aku ikut Ibu ke Bandung. Kata Ibu, beliau mau menghadiri acara Jumpa Penulis Blogfam kedua, yang diadain di Tobucil, Bandung. Aku, de Kayla, Mbak Iyah, Ayah, Ompung Guru dan Om Asep, ikutan ke Bandung.

Karena aku harus pemantapan belajar dulu, karena hari Seninnya mau ulangan umum, jadi kita berangkatnya setelah aku pulang sekolah. Di perjalanan menuju Bandung, kita sempat kena macet dua kali di tol. Pertama di tol Cikampek, yang ternyata ada truk terguling dan kedua di tol Pasteur, kata Ibu ada rombongan PDI-P.

Sampai di Commonroom, Jalan Kyai Gede Utama 8, Bandung, sudah sore sekitar pukul setengah tiga. Ibu terlambat deh. Acaranya sudah setengah jalan. Takut aku dan de Kayla bosen, Ibu bilang sama Ayah, kalau beliau ditinggal saja. Nanti sore aja balik lagi ke Commonroom. Tapi karena aku pengen lihat Ibu, setelah makan dan main-main sebentar di BIP, aku ajak Ayah balik lagi ke Commonroom.

Acaranya sudah ramai. Setelah Ibu selesai jadi pembicara, ada acara Ulang Tahun Blogfam yang ke-3. Ada acara potong kue dan foto-foto.

Setelah dari sana, kami menginap di Rumah Abo. Akhirnya aku bisa kenal sama teman-teman Blog Ibu, seperti Tante Nana, Tante Izza, Tante Linda, Tante Ayu, Tante Dedew, Tante Nana Terbangkeangkasa, Tante Tria Barmawi, Tante Ryu, Om Benny Ramdhani, Tante Primadonna Angela, Tante Iin, Om Iwok, dan banyak lagi.

Tadinya Ibu sempet janjian sama Tante Yanti, tapi karena di Bandung hujan terus, akhirnya batal. Tapi sebelum ke Subang ke tempat Ompung Bandung, kita sempet mampir dulu kerumah Tante Molly di Gegerkalong. Akhirnya aku dan Kak Trixie bisa kenalan deh. Kita sampai di Jakarta pukul 8 malam. Aku seneng banget, mudah-mudahan Ibu bisa ajak aku lagi ke Bandung.

*ditulis Ibu berdasarkan diary kak Lily