Sunday, April 29, 2007

Anak Dulu vs Anak Sekarang


Beberapa hari disibukkan dengan kedatangan bintang drama Korea ke Indonesia, Lee Dong Wook (Pemeran Utama Pria di Drama Korea, My Girl) yang diundang oleh tempat saya bekerja, membuat saya teringat akan kenangan masa remaja dulu.

Anak perempuan sekarang (sebagian besar adalah gadis SMP, SMA, kuliah dan ada juga yang sudah bekerja) yang saya temui saat mengambil tiket nonton gratis tapping "rendevous with Lee Dong Wook" itu, membuat saya terpikir apa masa remaja saya "segila" mereka. Kenapa saya bilang "segila", karena mereka rela "nongkrong" berjam-jam didepan komputer atau laptop, supaya dapat tiket gratis melalui kuis.

Rela berpanas-panasan didepan gerbang kantor Indosiar di Daan Mogot, padahal tiket tersebut tidak bisa diperoleh disana. Rela mengeluarkan uang senilai Rp 120 ribu demi bisa makan bareng dengan sang aktor idola. Padahal nilai sebesar itu, menurut saya, cukup besar untuk dihabiskan sehari.

Mata saya semakin terbelalak, saat mereka menceritakan bahwa "saking" suka, bisa dibilang cinta mungkin, dengan aktor-aktor Korea, ada yang pergi mengunjungi Korea atau negara Asia, dimana sang aktor pujaan itu sedang mengadakan kunjungan atau promo tour, untuk bertemu sang pujaan. Tak sedikit juga yang mengumpulkan pernak pernik, yang berhubungan dengan sang aktor.

Dulu, rasanya saya tidak seheboh mereka. Apa mungkin karena stasiun TV saat itu cuma TVRI yah. Baru merasakan adanya stasiun televisi swasta, di tahun 90-an, itu juga sudah mau tamat SMA. Tontonan saat itu yang paling bagus adalah Little House on The Praire. Meningkat sedikit si Unyil dan Telenova Isaura. Ada yang ingat tidak ?

Sekarang ? Stasiun TV ada 12, nyaris seluruh stasiun TV menyiarkan sinetron dan drama. Yang jelas drama Asia, dikuasai Indosiar. Bertabur wajah-wajah cantik dan ganteng. Dengan tema cerita yang nyaris sama dan tak sedikit yang menjiplak drama Asia.

Kalau sekarang anak-anak remaja, lebih suka main HP, chatting, dan ngemall. Anak dulu ? Paling tinggi mainnya di Melawai, Apotik Karya, Bulungan, ini untuk anak Jakarta lho. Wah serasa "elite" main disana. Belum ada HP, jadi mainannya telepon.

Jangan heran, kalau di tahun 80-an, penggunaan telepon umum didominasi anak remaja. Meningkat di era 90-an, pager. Tapi agak riskan juga nih punya pager. Soalnya kalau anak kuliahan punya pager, apalagi perempuan, bisa-bisa dianggap "ayam kampus", yang simatupang (siang malam tunggu panggilan).

Soal bacaan ? Anak dulu bangga sekali berlangganan Majalah Gadis. Rela menabung uang jajan buat beli Majalah Khusus Cerpen Anita Cemerlang atau Majalah HAI. Kalau dari pengarang luar negeri, yah Tintin, Asterix, Lima Sekawan, Trio Detektif, Pasukan Mau Tahu, Sapta Siaga, The Secret Seven dan Pippi si Kaos Kaki Panjang.

Kalau sekarang ? Semoga saja salah yah. Sepertinya mereka lebih suka mengikuti pemilihan jadi fotomodel sampul majalah-majalah terkenal, yang lebih didominasi dengan majalah franchise dari luar negeri. Kira-kira ada yang mau ngak yah menerbitkan Majalah Anita Cemerlang lagi ?

Dulu, tampil di acara Cerdas Cermat, Ayo Bernyanyi Bersama Bu Fat, atau ikutan Lomba Penulisan Ilmiah LIPI, serasa mendapat durian runtuh. Orang tua juga tidak kalah heboh. Belum juga ditayangkan di TV, sudah woro-woro ke seluruh keluarga besar.

Sekarang, orang tua sepertinya lebih senang anaknya jadi gadis sampul, artis, penyanyi dan bintang iklan. Kalau dulu, saya tertabrak motor karena baca buku sambil jalan. Keponakan saya ? keserempet motor karena asyik sms-smsan, sambil jalan. Perbedaan-perbedaan itu membuat saya semakin merasa tua, padahal usia 40, yang katanya hidup dimulai saat umur 40, masih beberapa tahun lagi. Atau sebesar itu pengaruh globalisasi dan teknologi, sehingga membuat anak-anak sekarang sudah semakin canggih ?

Foto diambil dari www.dramasia.com

No comments: