Monday, May 29, 2006

Cerita Keluarga

Kala Libur Berubah Bencana


“Gempa di Jogya barusan.
Qta msh siap diluar semua.
Kenceng, smua genteng melorot n pecah, listrik mati.

Sender :
Santhi
+681726xxxx

Sent :
06:00:49
27-05-2006

06:10
027455xxxx
“Halo…..
“Halo, gak jelas mas…..
klik….Putus

081726xxxx
“Halo, piye San ?
“Baru aja gempa mas, kita diluar semua nih !

“Ibu mana ?
Piye bu ? Orra opo-opo tho.
Rumah gak usah dipikirin, sing penting selamet.

……. Klik, putus.

“Kata Ibu, gempanya kenceng. Iyan (adik bungsu ayah), pas mandi, airnya tumpah dari bak.
Listrik mati, air PAM mati.
Genteng rumah ambrol, ” cerita Ayah.

Ibu dan Kak Lily, cuma bisa bengong.

Nyalain TV, belum ada berita tentang gempa di Yogya.

“Ayah mau pulang?” tanya Ibu.
“Belum tahu, lihat perkembangan,” kata Ayah.

Sekitar pukul 06.30. baru ada berita gempa Yogya di Metro TV.
Karena kami pikir gempanya hanya sekali dan tidak ada masalah, maka Ayah yang hari itu rencananya pergi ke Daan Mogot untuk memperpanjang SIM, memutuskan tetap pergi.
Ibu pun mengantar Kak Lily ke sekolah.

10:30
Sepulang mengantar Lily ke sekolah.

“Tadi ada telepon dari teman kantor Ibu, tanya tentang keluarga di Yogya,” kata Mbak Iyah.

“Siapa namanya,” tanya Ibu.
“Lupa, tapi namanya keren,” jawab Mbak Iyah.

Ibu senyum-senyum.
Nyalain TV, cari-cari tentang berita gempa Yogya, ternyata di Metro TV, berita gempa Yogya sangat hebat. Diberitakan sampai 5,9 skala Richter.

Kring….kring…
“Halo bu, coba telepon ke Yogya, kayaknya gempanya parah.
Jangan lupa telepon Mbak Liling, Mbak Tuti, Bude Erni,” kata Ayah dari seberang telepon.

“Iya, Yah.” Klik….putus.

Handphone berbunyi. Ada sms masuk :
“Germpa susulann, qta dah kumpul diluar terus.
Siap ngungsi.

Sender
Santhi
+62817225xxxx

Sent :
10:26:00
27-05-2006.

027455xxxx…….tut….tut…tut (seperti nada sibuk)
027444xxxx…….tut…tut…tut….
08568xxxxx……..tut….tut….tut….
081726xxxx……..tut…tut……tut

Semua telepon keluarga di Yogya, Maguwo, dan Klaten, sibuk.

Rasa cemas pun mendera.
Telepon HP ayah, ternyata mati. Kesel.

Satu persatu telepun dari keluarga di Jakarta berdatangan menanyakan keadaan keluarga di Yogya.

Kita semua menonton TV, karena saat itu hanya Tvlah yang bisa memberi tahukan keadaan Yogya.
Sedih dan khawatir melanda, ketika melihat betapa parahnya gempa yang terjadi.

“Bu, kenapa kita gak pulang. Kasihan Mbah Putri, Om Yan dan Bule Santhi,” kata Lily.
“Gak bisa kak, disana bahaya,” jawab Ibu.

Gempa itu apa sih Bu?” tanya Lily.
“Gempa itu tanahnya goyang-goyang, trus bisa bikin rumah roboh,” jawab Ibu.

“Rumah Mbah roboh dong bu.”
“Gak, Alhamdullilah, kata bule Santhi, cuma genteng aja yang ambrol.”

Mbak Iyah, yang kampungnya asal Temanggung dan punya keluarga juga di Yogya, ikut bergabung nonton TV.

Ibu mencoba menghubungi kembali keluarga-keluarga di Yogya, Klaten, dan Maguwo. Hasilnya nihil.
Benar-benar gak ada yang bisa dihubungi sama sekali.

Kabar hanya bisa tahu dari TV. Diberitakan gempa di Yogya itu sangat kuat dan terasa hingga ke Solo, Semarang bahkan ke Surabaya. Korban tewas sudah semakin banyak. Yang luka-luka tak terhitung. Rumah-rumah banyak yang roboh. Rumah sakit kebanjiran pasien.

Waktu terasa panjang, hanya doa yang bisa dipanjatkan, agar bencana itu segera berakhir dan semoga keluarga serta seluruh warga Yogya, selamat selalu..

Tiba-tiba datang tetangga, yang kebetulan orang Yogya dan oran tuanya tinggal di Prambanan, tepatnya di belakang Candi Prambanan.

“Mbak Indah, gimana keadaan keluarga di Yogya. Rumahku roboh mbak, bapak dan simbok ngungsi ke sawah. Keponakanku kena kakinya. Candi Prambanan banyak yang rusak,” katanya.

Duh semakin sedih. Apalagi nonton TV, disebutkan korban tewas sudah mencapai angka 1.000 orang. Kota Yogya porak poranda, Bantul, Klaten, dan sebagian Sleman hancur. Di Malioboro dan Jalan Solo, banyak toko-toko yang kaca dan bangunannya rusak. Bandara Adi Sucipto, roboh hingga jadwal penerbangan banyak yang dialihkan dan ditunda.

Ingat Mbak Liling, yang rumahnya di Maguwo, dekat bandara, gimana keadaannya tapi tak bisa dihubungi.

Plaza Ambarukmo dan Diamond Square, yang baru Desember 2005 kemarin, dioperasikan, bagian depannya rusak dan kaca-kaca pecah.

13: 55
0856xxxx
tut…..Halo Mas.
Ini mbak Indah, Yan. Ibu mana ?
Ibu dirumah mbak, saya lagi di pom bensin, ngantri nih.
Gimana keadaannya ?
Selamat mbak, tapi semua diluar semua gak berani masuk rumah.
Kok telepon gak bisa dihubungi ?
Salurannya kayaknya putus mbak….. klik, putus !

Kembali putus.
Detik demi detik
Hanya menghitung menit dan jam.

15:10.
Ayah sampai rumah.

“Teleponnya pada gak bisa dihubungi yah.”
“Pasti saluran teleponnya putus. Mbak Liling gimana ?
“Gak bisa dihubungi juga. Telepon Mas Syafei aja mungkin tau kabarnya, kan ada di Karawang.”

08184xxxx
“Halo mas, gimana ? Udah dapat kabar dari Mbak Liling.
Teleponnya kok gak bisa dihubungi yah ?
Oh gitu. Mas kapan pulang ?
Mungkin saya juga pulang naik kereta aja atau bis.”

Selesai.
“Kata Mas Fei, Mbak Liling dan anak-anak selamat. Cuma rumah, dindingnya retak-retak. Tetangganya malah kiri kanan ada yang rumahnya roboh. Kalau Mbak Tuti, belum tau kabarnya. Kayaknya, kata Mas Fei, teleponnya gak bisa dihubungi tapi tadi sempet bisa keluar.”
“Trus Mbak Lilingnya dimana sekarang ?” tanya Ibu.
“Nah itu, Mas Fei aja gak tahu ngungsi dimana. Katanya, belum selesai bicara, telepunnya putus.”

Duh.
Waktu semakin terasa panjang.
Gak ada kabar berita, kecuali dari TV, yang beritanya semakin mengkhawatirkan.
Ayah tampak berkaca-kaca matanya.
Kata Ayah, sepanjang umurnya, baru kali ini melihat kota kelahirannya porak poranda.
Ayah tampak sedih, karena disaat keadaan memprihatinkan ini, ia tidak bisa bersama ibu dan adik-adiknya.

“Kalau bapak masih ada, gimana yah menyelamatkannya. Bapak kan gak bisa bangun,” kata ayah tiba-tiba teringat almarhum Mbah Kakung.

“Iya betul. Semua ada hikmahnya. Tapi kalau bapak masih hidup dan sehat, pasti bapak jadi orang yang paling sibuk,” ucap Ibu yang teringat bahwa semasa hidupnya, Mbah Kakung merupakan orang yang paling aktif di kampung. Tidak hanya masalah kegiatan-kegiatan kampung, tetapi juga urusan suka cita dan duka cita, bapak gak pernah segan-segan turun tangan untuk terlibat.

Ayah bingung, antara mau pulang dan menunggu kabar saja.
Ibu bilang, kalau mau pulang yah pulang, gak usah ragu-ragu.

Pukul 19.30
0856xxxx
“Hei, Yan, gimana,” tanya Ayah sama Om Yan, diujung telepon.
“…….”

Cerita Ayah :
“Pada belum berani masuk kerumah. Masih diluar ngumpul. Kata Mbah Putri, mungkin tidur diluar atau diteras. Tetangga-tetangga juga pada diluar rumah.
Tadi sempet ada isu tsunami, Mbah Putri Cuma pakai daster, begitu dengar ada tsunami langsung lari kearah Monjali. Yang penting kedaerah atas dan selamat.”

“Kata Mbah, untung kita gak jadi pulang ke Yogya. Kalau gak kasihan anak-anak, gak tau mesti tidur dimana. Semua orang gak berani ada didalam rumah”

Hari itu terasa sangat mencekam, panjang, dan was-was terus mendera. Karena memikirkan keluarga yang tidur diluar, kita semua gak bisa tidur hingga pukul 02 pagi. Kak Lily saja yang anak kecil, ikut merasa khawatir dan baru tidur pukul 22.00. Sebentar-sebentar, Lily ganti channel TV buat lihat berita Yogya.


Namun dibalik itu semua, hikmah dapat kita petik : Tuhanlah penentu semuanya. Tapi yakinlah Tuhan ada dimana-mana. Alhamdulillah keluarga kami selamat (Tapi belum tau kabar dari Bude di Klaten, Mbak Liling di Maguwo dan Ipin ---- adik sepupu Ayah yang yatim piatu di Wates). Doa kami panjatkan buat warga Yogya yang menjadi korban.(akan berlanjut....)




Thursday, May 25, 2006

Cerita Lomba Mewarnai Gramedia – BNI Tapenas


Beberapa minggu terakhir ini, banyak cerita dari kejadian yang ada di keluarga kami. Terutama terkait dengan kegiatan dan kesehatan Kak Lily.

Tanggal 6 Mei lalu, seperti yang pernah diceritakan sebelumnya, Kak Lily akhirnya mengikuti Lomba Lukis dan Mewarnai Gramedia – BNI Tapenas, di Istora Senayan, Jakarta.

Ayah, Ibu dan Kak Lily berangkat dari rumah pukul 07.00, padahal dari daftar acara lombanya dimulai pukul 08.00 dan disarankan datang 30 menit sebelum lomba. Karena sudah kesiangan akhirnya kita naik motor, takut kena macet karena dengar dari radio adanya rencana kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berdemo menyelamatkan Palestina di Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Ayah sempat kesal dan ngomel, karena Ibu terlalu santai berangkat dari rumah. Meski merasa salah, Ibu berdalih telat karena harus nyiapin dek Kayla dulu, biar ditinggal gak rewel.

Sampai di Istora pukul 08.30. Suasana masih belum begitu ramai, tapi sudah tampak anak-anak yang akan mengikuti lomba lukis dan mewarnai. Ini bisa dilihat dari kaos seragam dan membawa papan berkaki untuk mewarnai. Alhamdulillah, ternyata lomba belum dimulai, malah ada yang baru daftar di lokasi perlombaan.

Karena kak Lily terlambat datang dan koridor tempat lomba sudah penuh, akhirnya kak Lily ditempatkan di Ruang Cempaka. Kak Lily sempet ragu waktu melihat ternyata banyak anak yang mengikuti lomba itu. Supaya Lily gak cape, Bunda menempatkan kak Lily duduk bersandar tembok. Lily tengok kanan tengok kiri. Maklum deh, ini lomba pertama interlokalnya dan semuanya peserta yang ada diruangan itu tidak ada yang dikenal sama sekali oleh Lily.

Lily sempet kagum melihat anak perempuan yang ada disamping kirinya. Anak perempuan itu tampaknya sering mengikuti lomba, dilihat dari peralatan yang dibawanya : dua tempat crayon berisi 36 warna plus crayon 12 warna yang didapat dari panitia lomba, pinsil warna (padahal gak boleh lho bawa pinsil warna), plus pakai sarung tangan ala rocker itu, supaya tangan tidak kotor.

Waktu lomba dimulai, orang tua tidak boleh mendampingi, jadi Ayah dan Ibu keluar melihat pameran buku. Waktu ditanya, apa mau ditinggal, meski sempat melirik kekiri ke kanan, Lily mengangguk setuju. Ibu bilang sama kak Lily kalau mau pipis ngomong sama kakak panitianya (kalau terserang demam malu, Lily suka tiba-tiba minta BAK). Ibu juga bilang kalau mau minum atau makan, gak usah takut, karena sudah ditanya boleh kok sambil makan minum.

Lumayan lama Kak Lily ditinggal, karena Ayah dan Ibu selesai mengelilingi arena pameran yang tidak terlalu luas, malah sempet beli beberapa buku juga. Waktu balik ke arena lomba, Ibu sempet nyesel juga karena ternyata banyak orang tua yang nungguin anaknya. Sepertinya para panitia tidak mempan menyuruh orang tua untuk keluar..he….he….

Mungkin karena baru pertama kali, Lily malah suka asyik memperhatikan sekelilingnya. Paling sering sih kak Lily memperhatikan anak yang disamping kirinya. Anak perempuan itu mengerjakan pewarnaan dengan cepat. Malah dia bikin kreasi sendiri. Kalau Lily terkesan hati-hati, sampai Ibu geregetan sendiri karena banyak bidang yang belum diselesaiin kak Lily, padahal waktu lomba sudah hampir selesai.

Kak Lily mulai terserang virus malas menyelesaikan ketika melihat anak-anak lain satu persatu menyelesaikan gambarnya dan menyerahkan ke panitia. Apalagi ditambah ada seorang ibu yang sibuk mengejar anaknya dan memaksa anaknya untuk menyelesaikan pekerjaannya, Lily malah tampak asyik melihat ibu dan anak itu.

Lily pun menyelesaikan pekerjaannya pada bagian yang penting-penting saja. Yah sudah, gak apa-apa, kalau dipaksa juga percuma pasti hasilnya malah jadi jelek dan anaknya cemberut. Yang penting bukan juaranya, tapi keberaniannya untuk berinteraksi dengan dunia baru.

Tepat pukul 11.00, lomba mewarnai selesai. Seluruh peserta disuruh menunggu pengumuman pemenang pada pukul 12, dengan melihat pameran dan acara lomba lainnya. Kami pun menunggu, bukan untuk menunggu pengumuman (karena memang gak berharap menang) tapi karena Ibu harus bertemu teman-teman di Milis Penulis Lepas (PL), yang janjian untuk bertemu di acara itu.

Takut Lily bosan kalau ikutan ketemuan sama teman-teman Ibu, Ayah mengajak Lily untuk lihat-lihat acara lomba yang lain. Gak dapat duduk didepan panggung utama, Lily minta ngajak duduk di bangku stadion. Gak tanggung-tanggung, minta duduknya yang diatas banget, sampai Ibu gak berani naiknya (maklum, Ibu rada-rada parno sama ketinggian).

Mungkin sudah bosan, waktu Ibu sedang asyik membahas rencana yang akan diadain sama teman-teman milis PL, ayah dan kak Lily, ikutan gabung. Kebetulan Bang Jonru (founder milis PL), membawa anaknya Fia, yang kemudian asyik bermain sama Lily.

Sudah selesai pembahasannya dan setelah sholat dhuhur, kita pun pulang kerumah pukul 13.30. Ditengah jalan kak Lily sempet tidur, dan repotnya naik motor, kalau anak tidur jalan harus pelan dan mau gak mau anak sebesar Lily harus dipangku.

Karena tadi sebelum pulang, Lily sempat minta makan, kita singgah dulu ke warung Soto Gebrak di Tebet. Warung ini langganan Ayah dan Ibu sewaktu masih ngontrak di Bukit Duri (Lily masih dalam perut waktu itu). Mungkin karena lapar, Lily habis satu piring makannya. Oh ya, waktu di Istora gak makan karena Lily gak cocok sama makanannya.

Dalam perjalanan pulang, sempet ngerimis. Kita berhenti sebentar untuk pakai jas hujan. Dasar anak-anak, Lily itu paling seneng kalau hujan-hujanan. Udah dipakaiin jas hujan, eh tangannya masih dikeluarin untuk ngerasain air. Untung hujannya gak gede, tapi sempat jadi pelampiasan rasa bersalah, sewaktu hari Selasanya kak Lily jatuh sakit. Cerita tentang sakitnya kak Lily, akan dilanjut nanti yah. Sekarang nikmati dulu deh yang ini :)

Wednesday, May 24, 2006

Cerita Ibu : Isi Tas

Hai apa kabar, terima kasih yah buat seluruh teman-teman atas doanya buat kak Lily, yang sekarang sudah lebih sehat tapi masih males sekolah...he...he...

Cerita mengenai kak Lily dan de Kayla, lagi disusun karena kebanyakan cerita yang bersiliweran di otak. Sekali ini cerita tentang Ibu yah, tapi bukan cerita ala gosip di infotainment melainkan cerita tentang isi tas ibu sehari-hari yang dibawa kerja. Ibu dapat lemparan ini dari Mamanya Mas Rafa, yang lagi asyik dengan kehamilannya (sehat selalu yah de). Kata tante De sih gak apa-apa kalau ditangkis, tapi Ibu ngerasa senang dan bangga aja mendapat lemparan dari Mamanya Mas Rafa, berarti kan Ibu diinget sama tante de...he...he... (gw geer yah de).

Tas Ibu itu terbagi dua versi : tas kerja dan tas pergi. Jangan kebayang tas pergi itu yang kecil, modis, dan anggun, tapi tas yang segede gaban karena isinya peralatan lenong anak-anak, dari mulai diapers, botol susu, peralatan mandi (kalau perginya lama), mukenah, pakaian anak-anak, dan lain-lain. Gak beda jauh, tas kerja Ibu juga gede alias tas ransel, yang muat banyak.

Mau tau isinya ? Nih dia :

Photobucket - Video and Image Hosting

1. Buku Pintar Penyuntingan Naskah karangan Pamusuk Erneste. Buku ini jadi panduan buat Ibu dalam ngedit tulisan. Bukunya bagus dan lengkap lho. Buat yang tertarik penyuntingan, buku ini rekomen deh.

2. Stereo Recording Aiwa. Radio Tape, teman setia diperjalanan. Ini sudah 5 tahun dimiliki. Sebenarnya punya yang lebih keren, Sony MP3/AM/FM, tapi karena diriku adalah orang yang setia (suit...suit...suit), selama tuh barang belum rusak dan gak bisa dipakai samsek, yah tak akan pindah kelain hati.

3. Tempat CD "Berbagi Suami". Dapat gratis dari Wahyu (adik cowo gw), yang kebetulan jadi wartawan hiburan. Dikasih juga karena ngeliat tempat CD gw udah jelek banget :D

4. Dompet Sophie Martin. Sudah 5 tahun dimiliki, itu juga hasil pemberian dari Wulan (adik cewe), yang lagi-lagi mangkel liat dompet gw yang ketinggalan jaman, alias panjang suranjang..he...he.. Jangan salah juga, tuh dompet tebal bukan karena banyak duitnya tapi karena kebanyakan kertas (kertas atm, struk belanjaan dan fotocopy KTP ---- gw lebih sreg bawa fotocopy KTP karena trauma pernah kehilangan) dan kartu-kartu (kartu ATM, kartu pasien rumah sakit gw, suami dan anak-anak, plus kartu anggota Alfa dan Alfamart).

5. Payung warna biru. Lagi-lagi gratisan dari Bank Mandiri. Kenapa ada payung ? Bukankah lebih baik sedia payung sebelum hujan...he...he.. garing banget yah. Lebih buat persiapan aja, kalau pulang sendiri trus hujan gak perlu neduh atau bayar ojek payung.

6. Tempat air minum yang bekas Mizone. Selalu ada ditas karena gw suka merasa kehausan saat ditengah jalan.

7. Tempat pinsil. Sudah 6 tahun dimiliki. Isinya pulpen sebanyak 15 piece. Jangan heran, dari kecil gw doyan ngumpulin pinsil dan pulpen. Gw suka aja nulis sambil ganti-ganti pulpen. Ada yang isinya warna biru, merah, hitam, dan hijau. Semua pulpen itu terpakai, kalau isinya abis dibuang.

8. Agenda. Gratisan dari majalah Bazaar tahun 2005. Buat coretan-coretan kerja.

9. ID Card kantor. Kudu dibawa kalau gak mana dikasih masuk, he....he...

10. Buku Catatan Bunda, gratisan dari Majalah Good House Keeping. Kalau ini coretan-coretan pribadi, termasuk keluh kesah di kerjaan, yang sekarang ini lagi membete'kan.

Nah segitu aja isi tas Ibu. Kenapa gak ada kosmetik dan HP ? Kosmetik cukup dipakai dari rumah, udah itu bablas angine. Apalagi sejak penghancur kosmetik bertambah satu lagi maka Ibu bertekad beli kosmetik nanti-nanti saja. Sedangkan masalah HP (handphone), sudah lima bulan ini Ibu gak pake HP. Sejak kehilangan HP dan karena malas membeli yang baru, akhirnya keterusan deh gak pake HP dan ternyata Merdeka...!!!!

Nah itulah isi tas Ibu. Gara-gara lemparan tante de ini, Ibu jadi pengen tau isi tas Tante Nana, Bunda Shafa Hafiz, Tante Molly, Tante Yuni, dan Tante Widya.

Thursday, May 18, 2006

Sedikit Kabar dari Kami

Halo apa kabar, belum bisa update banyak :(
Sedikit cerita saja, sejak Selasa tanggal 9 Mei, Kak Lily sakit. Menurut dokter sih, pencernaan Kak Lily sakit, ususnya mengalami peradangan. Mungkin karena kecapaian dan sebulan terakhir ini Kak Lily agak susah makannya, jadi sakit deh.

Sakit paling parah, Kamis yang lalu, Kak Lily muntah-muntah terus, sampai harus dibawa ke rumah sakit. Sempat diperiksa darah, karena takut kena DB, Alhamdullilah negatif.
Kak Lily sudah hampir dua minggu gak sekolah dan kebetulan memang sudah gak terlalu penting, kata Bu Siti karena sudah mau lulus-lulusan.

Sekarang Kak Lily lagi istirahat total, gak boleh lari-lari, main sepeda, harus banyak makan sayur meski masih makan bubur. Mohon doanya buat kesehatan Lily yah.

Ini sedikit foto dari Lomba Lukis dan Mewarnai Gramedia :
Photobucket - Video and Image HostingPhotobucket - Video and Image Hosting
Photobucket - Video and Image HostingPhotobucket - Video and Image Hosting

Hasil gambar :
Photobucket - Video and Image Hosting

ps : buat Mama Mas Rafa, nanti yah timpukannya :)
buat Bulik Santi dan Om Yan, sering-sering berkunjung yah. Jangan dikasih tau Mbah Putri, Lily sakit.

Tuesday, May 09, 2006

BRB (Be Right Back)

for few days, enjoy it's :

Photobucket - Video and Image HostingPhotobucket - Video and Image Hosting
Photobucket - Video and Image HostingPhotobucket - Video and Image Hosting

Be Right Back.....

Thursday, May 04, 2006

Yuk Ikutan Lomba Lukis & Mewarnai Kompas Gramedia Fair


Hai, apa kabar :)
Sedikit cerita nih, disela-sela waktu mengurusi
pekerjaan dan kesenangan, Ibu daftarin Kak Lily untuk ikutan Lomba Lukis & Mewarnai Kompas Gramedia Fair 06 Bersama BNI Tapenas, tanggal 7 Mei 2006 di Istora Senayan, Jakarta.

Berbeda dengan
Angina yang bisa melukis, Lily hanya suka mewarnai padahal Ayahnya jago gambar :) Itu juga, belum bisa memadu padankan warna. Yang penting buat Lily, gak keluar garis dan berwarna warni.

Lomba yang diikuti Kak Lily kali ini merupakan lomba interlokal pertama. Selama ini, Kak Lily hanya mengikuti lomba-lomba lokal seperti antar siswa TK Bani Saleh I, lomba antar TK Se Bekasi Utara, Antar TK Se Bekasi, dan lomba tingkat RT/RW. Keikutsertaan Lily dilomba juga bukan karena merasa pinter mewarnai tetapi lebih sebagai ajang Lily untuk mengetahui rasanya berkompetisi. Dan kebanyakan lomba-lomba yang diikuti itu karena kemauan Lily sendiri bukan Ayah Ibunya.

Disekolah Lily, memang ada pelajaran melukis dan mewarnai yang diajar oleh Pak Zen, satu-satunya guru laki-laki disekolah Lily. Pak Zen ini selalu memuji hasil pekerjaan anak-anak asuhnya dan suka mengajak anak-anak lomba. Salah satu yang sering diajak adalah Lily. Kata Pak Zen, gak apa-apa gak menang, yang penting bisa ikutan dan bisa kenal sama teman-teman baru.

Nah, buat teman-teman ikutan yuk Lomba Lukis dan Mewarnai di Istora. Daftarnya di Toko Buku Gramedia, dengan uang pendaftaran Rp 50 ribu, dapat souvenir, kaos, krayon, dan lain-lainnya. Acaranya mulai dari pukul 08.00 pagi, siapa tahu nanti disana kita bisa ketemuan...he...he...(ini sih mau ibunya) Ditunggu yah :)

Monday, May 01, 2006

Tembok Pelampiasan

Mungkin disetiap rumah yang memiliki anak kecil (anak umur 1 hingga 7 tahunlah), dinding rumahnya pasti tidak bersih dari coretan-coretan. Bukan sekedar coretan garis atau lingkaran, tapi bisa juga tulisan atau kata. Inilah yang terjadi pada dinding rumah kami. Bisa dikatakan hanya dinding kamar mandi, dinding dapur dan dinding kamar Kak Lily yang selamat dari coretan-coretan.

Photobucket - Video and Image Hosting


Karena rumah kami tidak terlalu besar (cukuplah buat dua anak, satu asisten, ayah dan ibu...he...he...), maka hampir sebagian besar dinding (dinding ruang depan yang sekaligus ruang tamu, dinding teras, dinding ruang tengah (tempat komputer dan rak buku), kamar tidur Ayah-Ibu dan dinding samping rumah) menjadi tempat pelampiasan dua anak yang saat ini sedang giat-giatnya berkreasi.

Pencoret pertama adalah Kak Lily, yang selama 4,5 tahun menjajah dinding-dinding itu dengan coretan awal gambar rumah, lingkaran, gambar-gambar tak jelas, kemudian setelah bisa menulis dan membaca meningkat dengan tulisan seperti : Lili, Ibu, Ayah, Mbak Iyah, I love you, dan Superman. Setelah itu, menjadi ajang belajar berhitung.

Awalnya, setiap Kak Lily melakukan aksinya, bisa dihapus Ayah dengan air karena waktu itu dinding dicat dengan cat minyak. Tapi lama-lama, Ayah kecapean tiap kali harus membersihkan dan karena harga cat minyak lebih mahal dari cat biasa, maka dinding pun dicat dengan cat biasa, akhirnya coretan itu tak bisa dihapus.

Photobucket - Video and Image HostingKemudian, pencoret kedua adalah de' Kayla. Aksi corat-coret Kayla sudah berlangsung selama 4 bulan ini. Meski belum lama tapi sudah menghasilkan coretan yang tak kalah dashyatnya. Bayangin deh, coretannya itu bisa menghabiskan satu krayon dan tidak berbentuk dengan jelas. Kayaknya krayonnya ditumpahin deh bukan ditulis...he...he...

Sebenarnya risih juga sih lihat dinding yang bermake up kayak badut itu, apalagi kalau ada teman atau saudara yang datang, pasti komentar : Waduh dindingnya bersih banget...he....he.. Tapi mo apalagi, namanya anak-anak biar sudah dikasih papan tulis buat nulis tetep aja yang diincer dinding. Mungkin karena luas yah.

Dan daripada dicat ulang terus gak lama dicoret-coret lagi, Ibu akhirnya mencanangkan program pengecatan dinding pada saat de' Kayla berumur 8 tahun atau sekitar 6,5 tahun lagi. Biarkan saja dinding itu tetap menjadi tembok pelampiasan, yang tidak kalah dengan Tembok Berlin.